Jumat, 22 April 2011

Sepercik Renungan Tentang Ikhlas


Kupandangi sebuah buku yang terletak di samping tempat tidurku Perwajahannya sudah lapuk, bahkan isinya pun hampir tanggal. Sampul plastik yang melapisi perwajahan buku, itupun telah sobek. Kulihat judul buku itu tertulis Al Quräan dan Terjemahnya, berwarna kuning emas di atas latar belakang coklat tua. Sesudah ba’diyah Isya’ kubuka perlahan, halamannya telah menguning usang. Kubuka sekilas lembaran-lembarannya hingga pandanganku meluncur ke halaman 329.

Allah taala berfirman :
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.”
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali di neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan 714)
(Huud : 15-16)
Tertulis di dalam catatan kaki :

(714) Maksudnya : apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat nanti

Kuulangi berkali-kali terjemah Al Quran surat Huud ayat 15-16 beserta catatan kakinya. Muncul perasaan, apa gerangan yang Allah mahukan dalam ayat itu ? Kulihat jarum jam masih menunjukkan angka 20.30. Masih ada waktu untuk mencari penjelasan tambahan, sebelum aku bersiap untuk tidur. Kucari beberapa tafsir Al Quran yang berada di rak buku. Cukup menguras tenaga dan fikiran memang, namun mudah-mudahan ada tambahan penjelasan mengenai ayat tersebut. 

Kucukupkan dengan membuka Tafsir Al Quranul Azhiim, susunan Imam Ibnu Katsir, sorang sarjana Islam, ahli tafsir yang hidup pada tahun 701-774 H. Tafsir ini tergolong klasik, disebut orang sebagai tafsir ma’tsur (karena metode tafsir ini berdasar riwayat). Walau klasik, namun faidahnya tak lekang dengan bergantinya zaman, hingga kini masih saja digunakan orang. Terbitan Daar ibn Hazm, entah karena cetakan lama, tulisannya hampir tak terbaca karena ukurannya yang kecil. Surat Huud, terletak di halaman 947. Kutelusuri ayat 15-16 hingga jatuh di halaman 951. Tertulis di dalamnya :

Telah menceritakan Al Aufi dari Ibnu ‘Abbas mengenai ayat ini  bahwa orang-orang yang suka berbuat riya’ (pamer) akan didatangkan kepada mereka kebaikan mereka di dunia. Dan dalam hal tersebut mereka tidak dizhalimi sedikit pun.
Allah berfirman : “Barangsiapa beramal shalih dengan tujuan untuk kepentingan dunia, baik itu berupa puasa, shalat,atau tahajud di malam hari, tiadalah ia beramal melainkan hanya untuk mendapatkan dunia ”Lebih lanjut Allah berfirman : “Yakni orang-orang yang mengejar balasan di dunia sehingga amal yang dikerjakannya itu sia-sia karena tersingkirkan oleh tujuan duniawi, maka di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi”. Demikian itulah yang diriwayatkan dari Mujahid, adh-Dhahak, dan beberapa ulama lainnya
Sedangkan telah berkata Anas bin Malik dan Al Hasan : Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Adapun telah berkata Mujahid dan selainnya : Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka pamer (ahlu riya’) 

Selanjutnya disebutkan :
Qatadah mengemukakan : “Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai tujuan,niat dan dambaannya maka Allah akan memberi balasan di dunia atas kebaikannya yang telah ia lakukan, sehingga ketika menuju alam akhirat kelak, tiada lagi kebaikan baginya yang dapat diberikan balasan. Adapun orang mukmin maka ia akan diberikan balasan di dunia atas kebaikan yang telah dilakukannya dan diberikan pula pahala atasnya kelak di alam akhirat”. Dan telah disebutkan mengenai hal tersebut pada sebuah hadits yang marfu’.
Telah berfirman Allah ta’ala : “ Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tiada baginya suatu bagian pun di akhirat (kelak).” (Asy-Syuura : 20)

Ya benar, hal itu yang terlintas dalam benakku. Sebagaimana telah dinyatakan bahwa niat merupakan fondasi suatu amalan, maka kriteria diterimanya suatu amal berdasar niat pelakunya. Maka barangsiapa yang beramal ikhlas karena Allah dan mengharap pahala akhirat, dan ia beramal sesuai dengan petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wassalam niscaya amalnya diterima.

Wah, cukup melelahkan jika suatu pencarian disertai dengan perenungan.Namun demikian, mudah untuk dibaca tetapi sulit untuk dilakukan. Hanya dengan petunjuk Allah sahajalah segala amalan akan dimudahkan untuk diamalkan. Moga dimudahkan untuk ikhlas ya Allah, fikirku.

Rasa kantuk pun sudah tak tertahankan, kuakhiri kontemplasi ini dengan ingatan akan sebuah bait dalam Risalah fiil Qawaaidil Fiqhiyyah susunan  Al Allamah Abdurrahman ibn Nashir As Sa’di  :

Niat itu syarat untuk segenap amalan
         Dengannya menjadi baik dan rusak suatu amalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar